WOOD PELLET: BAHAN BAKAR HIJAU
WOOD PELLET: BAHAN BAKAR HIJAU
Kebutuhan kayu bakar terhadap daerah dataran tinggi cenderung lebih tinggi kalau dibandingkan di dataran rendah, karena terhadap kebanyakan suhu udara terlalu dingin sehinga butuh penghangat tubuh, tak sekedar untuk keperluan memasak. Kebutuhan kayu bakar di Indonesia kira-kira 2,54 m³/kapita/tahun dan tergolong memadai tinggi untuk memenuhi 250 juta jiwa. Bila dimisalkan pengguna kayu bakar adalah penduduk yang tinggal di pedesaan kira-kira 116,274 juta maka keperluan kayu bakar nasional kira-kira 295,5 juta m³/tahun. Disisi lain luasan hutan kami jadi menyempit akibat alih kegunaan hutan untuk pertambangan, pertanian, daerah tinggal dan lainnya. Oleh karena itu pemerintah berupaya mendorong penggunaan sumber kekuatan terbarukan melalui Perpres no.5 tahun 2006 tentang kebijakan kekuatan nasional bersama target 5% kekuatan baru dan terbarukan juga didalamnya dari biomassa di dalam bauran kekuatan nasional sampai bersama tahun 2025.
Salah satu kekuatan alternatif untuk memenuhi keperluan kayu bakar adalah penggunaan wood pellet. Wood pellet adalah pelet kayu yang dibuat dari kayu maupun sisa pengolahan kayu seperti: ranting, seresah daun, serbuk gergaji dan kulit kayu. Dengan perekat dan proses pengepresan gunakan tekanan tinggi dapat dihasilkan wood pellet berukuran diameter 6-10 mm dan panjang 10-30 mm, kepadatan kebanyakan 650 kg/m3 atau 1,5 m3/ton. Saat ini tanaman yang sering digunakan sebagai wood pellet berasal dari tanaman cepat tumbuh layaknya Sengon (Falcataria mollucana) dan Kaliandra (Caliandra calotyrsus) premium wood pellet .
Proses pembuatan wood pellet mampu ditunaikan bersama dua cara, yaitu proses kering dan basah. Proses kering yaitu bersama gunakan bahan baku dikeringkan sampai takaran air maksimal 10% setelah itu dipres bersama tekanan tinggi dan dipanaskan terhadap suhu kira-kira 120-1800C. Sedangkan untuk proses basah gunakan bahan baku bersama takaran air tinggi, ditambah tepung kanji dan air sesudah itu dipres bersama tekanan tinggi, setelah itu baru dikeringkan.
KEUNGGULAN WOODPELLET SEBAGAI SUMBER ENERGI
Bila dibandingkan bersama bahan bakar lainnya wood pellet miliki berlebihan antara lain: 1) Memiliki emisi CO2 10 kali lebih rendah dari batu bara dan minyak serta 8 kali lebih rendah dari penggunaan gas; 2) Kadar air yang konstan; 3) Praktis di dalam hal penggunaan dan penyimpanan; 4) Nilai kalor 4,7 KWh/kg atau 19,6 GJ/od mg yang hampir mirip bersama batu bara terhadap jumlah yang sama; 5) Mudah dinyalakan; 6) Kadar abu yang rendah 0,5%; dan 7) Asap lebih rendah dari penggunaan kayu bakar lainnya;
Secara garis besar bahwa penggunaan woodpellet miliki keistimewaan dibandingkan bersama bahan bakar fosil, antara lain mampu diperbarui (renewable), efisein karena cost lebih rendah, bersih, lebih ekonomis, enteng penggunaannya baik untuk memasak maupun untuk pembangkit listrik dan ramah lingkungan karena takaran karbon yang dihasilkan lebih rendah. Dengan bermacam keistimewaan berikut wood pellet telah menjadi sumber kekuatan baru di masa mendatang. Wood pellet mampu pula digunakan sebagai pembangkit listrik. Di negara Amerika dan Eropa wood pellet dibakar bersama proses gasifikasi yang menghasilkan panas untuk memanaskan boiler. Uap panas yang dihasilkan oleh boiler inilah yang digunakan untuk menjalankan turbin penghasil listrik.
PASAR DAN NILAI EKONOMI WOOD PELLET
Pasar wood pellet masih terbuka lebar, beberapa besar pengguna wood pellet adalah negara-negara beriklim 4 musim terlebih untuk penghangat ruangan waktu musim dingin. Penggunaan wood pellet di negara-negara Eropa kebanyakan untuk pendingin rumah, sekolah, perkantoran dan pembangkit listrik. Produksi wood pellet di Indonesia terhadap tahun 2007 capai 40.000 ton, waktu produksi wood pellet dunia telah capai 10 juta ton. Produksi wood pellet berikut belum mampu memenuhi keperluan wood pellet dunia sebesar 12,7 juta ton padda tahun 2010. Di Asia, wood pellet banyak di mengonsumsi oleh China, Korea Selatan dan Jepang. Terkait hal tersebut, Korea Selatan bekerja mirip bersama Indonesia (Perhutani) telah membangun industri pengolahan wood pellet di Wonosobo, Jawa Tengah gunakan sisa kayu Kaliandra (Caliandra calotyrsus) dan Sengon (Falcataria mollucana) bersama produksi awal 5000 ton/bulan. Saat ini prouduksi wood pellet telah meningkat sampai 18.000 ton/tahun bersama bahan baku dipenuhi dari areal Perhutani seluas 30.000 ha.
Harga wood pellet waktu ini kira-kira Rp. 1,4 juta – 2,5 juta /ton . Bila di dalam 1 Ha menanam Acacia auriculiformis bersama jarak tanam 3 x 3 m tanpa tersedia penjarangan maka dapat didapatkan 1100 pohon terhadap umur 5 tahun. Jika dimisalkan volume per batang A.auriculiformis adalah 0,6 m3, maka dapat didapatkan volume kayu di dalam 1 ha = 660 m3 (asumsi berat type kayu A.auriculiformis: 460 kg/m3). Dari total volume tersebut, kalau 25% digunakan untuk wood pellet dan 75% diperuntukkan untuk kayu pertukangan maka di dalam 1 ha didapatkan bahan wood pellet 75,9 ton. Dengan demikian pendapatan kotor (sebelum dikurangi untuk cost produksi) dapat menghasilkan wood pellet senilai Rp. 106.260.000 – Rp.189.750.000,-. Wood pellet di Indonesia diharapkan jadi berkembang mengingat cadangan minyak bumi jadi berkurang. Peluang pengembangan wood pellet ditangkap oleh Inhutani III yang bekerja mirip bersama investor Korea Selatan yang dapat membangun industri pengolahan wood pellet berkapasitas produksi 30 ribu ton/tahun bersama nilai investasi Rp. 42 miliar. Dorongan kepada penduduk dan pelaku industri supaya ikut gunakan wood pellet wajib terus digaungkan supaya proses transformasi ini berhasil. Hal ini dapat kurangi ketergantungan kami terhadap bahan bakar fosil yang jadi lama jadi menipis cadangannya, dan berubah kepada sumber kekuatan terbarukan yang ramah lingkungan. (M. Aniz Fauzi – BBPBPTH)